Lampung, busernet.co.id – Untuk pertama kalinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyelenggarakan pertemuan wartawan perempuan seluruh Indonesia, pada 17 Februari 2024. Penyelenggaraan ini merupakan rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) yang dipusatkan di Putri Duyung Cottage, Ancol, Jakarta, pada 17-20 Februari 2024.
Pertemuan wartawan perempuan, dengan nama “Silaturahmi Wartawati PWI” tersebut berkaitan dengan lahirnya Bidang Pemberdayaan Perempuan di PWI Pusat. “Dikatakan pertama kali karena baru pada periode ini, ketika PWI dipimpin Hendry Ch.Bangun, dibentuk Bidang Pemberdayaan Perempuan,” ujar Rita Sri Hastuti, Ketua Panitia Silaturahmi Wartawati PWI, dalam sambutan pembukaan.
Acara yang dihadiri sekitar 80 wartawan perempuan dari berbagai daerah tersebut, dibuka oleh Ketua Panitia Hari Pers Nasional Tahun 2024, Marthen Selamet Susanto dan ditutup oleh Ketua Umum PWI Hendry Ch.Bangun.
Sebagai pembicara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA RI) Bintang Puspayoga didampingi Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA RI Rini Handayani, Ketua Dewan Pers Dr.Ninik Rahayu, Founder & CEO LSPR Communication & Business Institute Pritta Kemal Ghani, MBA, MCIPR, APR, serta wartawati senior Harian Kompas Ninuk Mardiana.
Menteri PPPA RI dan para pembicara menyambut baik kehadiran Bidang Pemberdayaan Perempuan di PWI. Karena mereka melihat industri media masih sangat didominasi laki-laki, termasuk di dunia media massa. “Besar harapan kami kontribusi media massa dalam pembentukan informasi untuk kepentingan perempuan dan anak Indonesia,” ujar Menteri PPPA RI.
Menurut Ketua Dewan Pers Dr.Ninik Rahayu, sejauh ini belum ada regulasi perlindungan hukum perempuan dalam menjalankan tugas sebagai wartawan. Bahkan, kata Ninik, hingga saat ini belum ada data resmi tentang kekerasan pada wartawan perempuan.
Karena itu, Ninik Rahayu menegaskan, ‘‘Perlu perlindungan hukum kepada wartawan perempuan.“ Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia, salah satu negara yang belum mempunyai regulasi perlindungan terhadap wartawan perempuan. Inilah yang sedang disiapkan oleh Dewan Pers.
Menurut Ninik, ketidakadaan regulator perlindungan terhadap wartawan perempuan itu ternyata bukan hanya di Indonesia saja, melainkan di 39 negara lain salah satunya Philipina.
“Pada salah satu Forum yang diikuti 32 negara, saya sampaikan bahwa Indonesia belum memberikan perlindungan terhadap wartawan perempuan karena bentuk kekerasannya khas yakni tak bisa pakai UU yang baru disahkan yakni UU nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ungkapnya.
Ia memberi contoh seorang wartawan menulis tentang korupsi yang dilakukan pejabat publik. Tulisan ini lantas beredar dan banyak yang mencoba mendalami kasus tersebut. Namun caranya justru dengan melakukan perusakan alat-alat kerja sekaligus merusak nama wartawan perempuan tersebut di media sosial dengan menyasar seksualitasnya, mengutik tentang pribadinya.
“Pada akhirnya secara tidak langsung wartawan perempuan tadi berhenti melanjutkan berita tersebut karena terganggu di media sosial,” jelas Ninik.
Ninuk Mardiana Pambudi sebagai wartawan perempuan senior di Harian Kompas pun mengakui, jumlah wartawan perempuan masih belum seimbang dengan wartawan laki-laki. “Jumlah perempuan wartawan perempuan tidak serta-merta menentukan bahwa ruang redaksi akan menjadi lebih sensitif terhadap pengalaman serta kebutuhan perempuan dan anak,” ujar Ninuk Mardiana.
Catatan penting juga disampaikan oleh CEO and Founder Institut Komunikasi dan Bisnis (LSPR) Jakarta Prita Kemal Ghani, “Wartawati tangguh harus mumpuni di era digital. Mumpuni, maksudnya tangkas dan hasil kerjanya bermanfaat. Tak ada orang super kecuali orang yang mau belajar. Wartawan yang tangkas, antara lain harus bisa berkompetisi dengan netizen.”
Acara dibuka Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry CH Bangun diwakili Ketua Panitia Pelaksana HPN 2024