JAKARTA, Busernet.co.id || Seperti yang telah dilansir oleh media online Barometernusantara.com dan media media online, cetak, elektronik ternama lainnya bahwasanya Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S., menyebut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.
“Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” kata Dr. Ninik dalam keterangan resminya, Kamis (4/4/2024).
Setiap perusahaan pers, lanjut dia, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan seperti PT. menjalankan fungsi tugas jurnalistik secara profesional dan teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.
Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.
Begitupun Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers.
“UKW adalah Peraturan Dewan Pers,” terang Kamsul Hasan, Ahli Pers Dewan Pers dan Ketua Bidang Kompetensi Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat itu.
Dengan kata lain, masih sangat banyak wartawan yang belum mengikuti dan belum lulus UKW, yang melaksanakan tugas-tugas jurnalistik di Indonesia.
Sekali lagi UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia, Pertanyaannya, lanjut Kamsul, apakah para wartawan yang sudah lulus UKW menjadi jaminan bagi Kualitas Produk Jurnalistik yang mereka hasilkan?
Secara blak-blakkan, Kamsul Hasan yang dua periode menjadi Ketua PWI Jaya, 2004-2009 dan 2009-2014, menyatakan, lulus UKW bukan jaminan.
“Masih banyak wartawan yang sudah lulus UKW, tapi kualitas produk jurnalistik mereka, rendah,” jelasnya.
“Sebaliknya, cukup banyak wartawan yang belum ikut UKW, tapi produk jurnalistik mereka benar-benar berkualitas,” ungkap Kamsul Hasan, Sarjana Ilmu Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta.
Kamsul Hasan menduga, kebijakan sejumlah lembaga pemerintah yang menolak bekerjasama dengan wartawan yang belum UKW, semata-mata hanya karena mereka ingin membatasi jumlah wartawan yang terlibat di kegiatan mereka.
“Dari pencermatan saya, para pimpinan lembaga pemerintah yang hendak memperpanjang periode jabatannya, umumnya tidak mempermasalahkan wartawan UKW atau non-UKW,” ujar Kamsul dengan senyum penuh makna.
Lain halnya dengan Asep NS Pimred media online Penajournalis.com, yang menyampaikan perihal pengalaman nya pada saat dilapangan ataupun aduan dari wartawan nya yang mengalami hal-hal intimidasi saat dilapangan.
”Dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers dan bapak Kamsul Hasan, saya melihat disini bahwa UU Pers lebih duluan lahir, artinya setiap apapun pelanggaran yang terjadi pada saat wartawan/jurnalis sedang melakukan tugas liputan sesuai tupoksi dan kode etik jurnalistik mengalami hal-hal yang melanggar UU Pers No 40 Tahun 1999 jelas yang menghalangi tugas wartawan harus dipidanakan,“ tegasnya.
”Selain itu, ada wartawan saya yang melaporkan terkait intimidasi oleh seseorang, dan sudah melaporkan nya ke pihak kepolisian akan tetapi sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait dengan ditangkapnya pelaku intimidasi dengan alasan bahwa pihak kepolisian di wilayah hukum Cilacap tersebut harus meminta bantuan ahli dari yang memahami tentang UU Pers dikarenakan mengacu dengan tupoksi wartawan, padahal sudah jelas dan viral pada saat redaktur pelaksana media kami mengalami intimidasi dan dipukul alat liputannya (Handphone) ketika meminta klarifikasi secara direkam akan tetapi sang pelaku dengan jelas memukul handphone (alat perekam) nya tersebut,“ terangnya.
”Jadi menurut saya, apa alasan untuk tidak melanjutkan pelaporan yang dilakukan oleh wartawan/jurnalis hanya sebatas bahwa perusahaan media nya tidak terdaftar di Dewan Pers, ataupun wartawan/jurnalis nya tidak serta belum UKW??,” tukas Asep NS.
”Bahkan yang paling miris adalah, kami sering mengalami hal-hal pengkotak-kotakan yang dilakukan oleh beberapa mitra rekanan media kami padahal kami selalu dan kontinyu membantu publikasi kegiatan,” jelasnya.
Diakhir statementnya Asep NS menambahkan bahwa, ”Pada saat awak media dari sebuah perusahaan media manapun mempublikasikan hasil karya nyata yang mengedepankan Aspirasi Masyarakat (Suara Masyarakat) dianggap tidak bermitra, dianggap main tayang tanpa klarifikasi padahal melalui berbagai macam cara sudah dilakukan klarifikasi baik datang secara langsung ke berbagai target narasumber ataupun melalui sambungan telepon, chatting WhatsApp, ataupun bersurat secara resmi melalui perusahaan medianya tersebut,” pungkasnya.