JAKARTA, busernet.co.id || Kapolres Pringsewu, AKPB Yunus Saputra, kembali berulah. Setelah beberapa waktu lalu dia dikecam keras karena melarang kepala sekolah dan pejabat pemerintah lainnya di wilayah Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung, untuk melayani media-media yang tidak terverifikasi dewan pers, kali ini dia menyebarkan pesan suara (voice note) yang berisi pelecehan media-media grassroot tersebut dan mengancam para pekerja media ini. Pesan suara yang diduga kuat dibuat oleh sendiri oleh sang Kapolres Pringsewu itu mulai viral hari ini, Senin, 18 November 2024.
Merespon hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, melayangkan Laporan Pengaduan Masyarakat ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Kepolisian Republik Indonesia. Lapdumas yang disampaikan melalui aplikasi Yanduan Divpropam telah diterima oleh petugas dengan bukti penerimaan laporan nomor: SPSP2/005556/XI/2024/BAGYANDUAN, tertanggal 18 November 2024.
Dalam laporannya, Wilson Lalengke menceritakan kronologi kejadian saat dirinya menerima kiriman voice note dari reran media di Lampung bernama Anwar. “Saya menerima kiriman voice note atau pesan suara (transkrip terlampir) berdurasi 1 menit 32 detik ke nomor WhatsApp saya (081371549165) dari rekan media di Lampung bernama Anwar dari BhahanaNusantaraNews.Com, pada hari ini Senin, 18 November 2024, sekira pukul 09.54 wib. Voice note tersebut diduga kuat berasal dari AKBP Yunus Saputra, Kapolres Pringsewu, yang berisi ancaman terhadap warga pekerja media, diskriminasi media, pelecehan media-media grassroot, dan penuh kata-kata yang tidak pada tempatnya untuk disampaikan oleh seorang polisi (pelindung, pelayan, pengayom, dan petugas rakyat) yang menjabat sebagai kapolres.” Demikian tulisnya di halaman kronologi pelaporan dumas Propam Polri tersebut.
Selain dirinya, jelas Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, sejumlah wartawan juga sangat dirugikan oleh pesan suara Kapolres Pringsewu yang dinilainya dungu ini. “Para wartawan Lampung yang juga turut dirugikan, antara lain adalah Anwar dari BhahanaNusantaraNews.Com, Teuku Azhari dari media VIPNews.Com, Shoehendra Gunawan dari BeritaNasionalTV.Com, dan Angga Rinaldo yang merupakan Biro Media BhahanaNusantaraNesw.Com,” tulis Wilson Lalengke dalam laporannya.
Poin krusial yang dipersoalkan wartawan senior tersebut adalah pernyataan Yunus Saputra yang dinilainya sangat melecehkan dan memandang rendah keberadaan media-media grassroot yang tumbuh berkembang di negara ini. Padahal, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta beberapa waktu lalu justru memuji perkembangan dan eksistensi 40-ribuan media online yang menjadi cerminan perkembangan demokrasi di Indonesia.
“Sangat mengherankan, pemerintah asing justru menghargai keberadaan media-media grassroot yang terus berkembang pesat belakangan ini, tapi malah ada kapolres otak kosong mencela, melecehkan, dan menghina media-media kita. Si kapolres itu bahkan melecehkan Kementerian Hukum dan HAM yang menerbitkan legalitas terhadap media-media itu, dia justru menghamba kepada lembaga swasta bernama dewan pers pembina para wartawan bermental korup di PWI dan organisasi konstituen dewan pers lainnya. Itu super dungu namanya,” tegas Wilson Lalengke dengan nada jengkel.
Semua pihak harus tahu, tambahnya, bahwa ketentuan verifikasi media di dewan pers itu tidak memiliki dasar hukum, hanya akal-akalan lembaga partikelir itu sendiri. “Untuk diketahui dan dicamkan baik-baik bahwa ketentuan verifikasi media di dewan pers itu tidak ada dasar hukumnya alias illegal. Verifikasi media selama ini sesungguhnya telah dijadikan modus oleh dewan pers untuk memeras media-media di seluruh Indonesia. Silahkan lakukan pendaftaran dan verifikasi media ke dewan pers, Anda akan dimintai uang administrasi hingga puluhan juta rupiah. Bahkan laporan yang masuk ke Sekretariat PPWI Nasional, ada media yang sudah bayar Rp. 35 juta, namun belum diterbitkan sertifikat terverifikasi atas media tersebut. Apa ungkapan yang pas untuk lembaga tukang verifikasi media itu kalau bukan bangsat?” sebut Wilson Lalengke.
Sebagai pengetahuan bersama, berikut ini dituliskan transkrip pesan suara yang membuat para wartawan di Lampung dan se-Indonesia meradang. _Saya Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra. Himbauan ini untuk Anda yang bukan wartawan dan mengaku-ngaku sebagai wartawan. Jika Anda masih melakukan intimidasi terhadap kepala dinas, kepala pekon, kepala sekolah dan kepala puskesmas di wilayah saya dengan dalih Anda punya data penyalahgunaan anggaran untuk dipublikasikan pada media Anda yang tidak ada yang baca itu, yang tidak terverifikasi di dewan pers itu, bahkan dengan ancaman akan melakukan audit segala yang bukan kewenangan Anda itu, Anda akan berhadapan dengan kami Polres Pringsewu. Presiden Prabowo hendak melindungi anggaran negara dari kebocoran, malah justru Anda yang memaksa membocori anggaran negara untuk perut Anda sendiri. Anggaran ini untuk membangun negara, untuk menyejahterakan masyarakat banyak, bukan untuk memperturutkan kekejian Anda. Ini adalah peringatan terakhir. Segera keluar dari wilayah saya. Jika tidak, kami akan tindak tegas. Dan bertobatlah, maka Tuhan akan mengampuni kalian. Uang itu tidak akan membuat kalian kaya. Justru karena buruknya akan menurun ke anak-anak cucu kalian. Selesai._
Menurut Wilson Lalengke, setidaknya terdapat tujuh frasa dan kalimat Yunus Saputra dalam pesan suara itu yang sangat tidak pantas diucapkan seorang kapolres, seorang petugas yang hidup dan celana dalamnya dibiayai dari uang rakyat. Pertama, dia mengatakan ‘media Anda yang tidak ada yang baca itu’. Ini merupakan pelecehan media, pelecehan terhadap pemilik dan pengelolanya, serta pelecehan terhadap lembaga resmi negara yakni Kementerian Hukum HAM yang menerbitkan SK AHU untuk media-media-media yang dilecehkannya itu.
Kedua, Yunus Saputra mengatakan ‘media Anda yang tidak terverifikasi di dewan pers itu’. “Lembaga-lembaga di negara ini, seperti ormas, LSM, organisasi pers, perusahaan, termasuk perusahaan pers, disahkan keberadaannya oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dasar hukum tentang keharusan verifikasi media di dewan pers tidak ada alias illegal. Pernyataan kapolres ini asbun dan terkesan dia tidak mengerti aturan hukum. Si Kapolres Pringsewu, AKBP Yunus Saputra ini buta hukum, tidak pantas jadi kapolres,” kata Wilson Lalengke.
Ketiga, dia mengatakan ‘Anda akan berhadapan dengan kami Polres Pringsewu’. Wah ini mengerikan. Apakah Polres Pringsewu yang dipimpin Yunus Saputra itu semacam kelompok preman yang sedang terganggu lahan backingannya seperti para preman parkir di pasar-pasar? Arogan sekali. Orang ini sangat tidak layak menjadi pimpinan di institusi Polri!
Keempat, dalam voice note itu juga terdengar dia mengatakan ‘Anda yang memaksa membocori anggaran negara untuk perut Anda sendiri’. “Hey boss, buka mata, telinga, dan otakmu wahai kapolres otak dungu! Opo kowe ora paham bahwa kebocoran dana negara yang mencapai lebih dari 30 persen setiap tahun terjadi dimana-mana karena kurangnya pengawasan dari masyarakat dan pers? Apalagi kebocoran dana di institusi Polri dan TNI yang lebih parah dari lembaga lainnya akibat sangat tertutup dari pantauan masyarakat dan wartawan,” terang Wilson Lalengke dengan nada sinis.
Kelima, si Yunus Saputra juga mengatakan ‘bukan untuk memperturutkan kekejian Anda’. What? Kekejian apa yang telah dilakukan oleh warga wartawan sehingga keluar diksi kotor semacam ini dari mulut seorang polisi level perwira menengah? Wilson Lalengke menilai Kapolres Yunus Saputra benar-benar konyol dan tolol!
Keenam, Kapolres Pringsewu dengan nada arogan mengatakan ‘Ini adalah peringatan terakhir’. “Ini polisi berjiwa preman, tidak layak jadi polisi, harus diberhentikan sebelum terlambat!” tukas Wilson Lalengke singkat.
Dan poin ketujuh yang menurut tokoh pers nasional itu sangat tidak pada tempatnya adalah kalimat ‘Segera keluar dari wilayah saya’. “Pertanyaan saya sederhana, apakah daerah Pringsewu itu miliknya si wereng coklat bernama Yunus Saputra sehingga dia bisa sewenang-wenang dan searogan itu mengusir warga dari daerah mereka? Kacau otaknya neh manusia berbaju polisi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo wajib mengganti orang ini sesegera mungkin!” tegas Wilson Lalengke mengakhiri keterangannya.