Scroll untuk baca artikel
BuserNet.co.id

Calon Wakil Bupati Di Maros Di Duga Langgar UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Secara Eksplisit Melarang Penggunaan Anak Dalam Kegiatan Politik

busernett88
110
×

Calon Wakil Bupati Di Maros Di Duga Langgar UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Secara Eksplisit Melarang Penggunaan Anak Dalam Kegiatan Politik

Sebarkan artikel ini
Img 20241023 Wa0007

MAROS, busernet.co.id || Sebuah foto yang memperlihatkan salah satu calon wakil bupati (Cawabup) Maros bersama puluhan anak-anak yang dilibatkan dalam kampanye mendadak viral di media sosial, memicu sorotan publik terkait dugaan pelanggaran hukum.

Dalam foto tersebut, Cawabup tersebut terlihat duduk di barisan depan mengenakan pakaian putih, sementara puluhan anak-anak berdiri di belakangnya, mengacungkan dua jari sebagai simbol dukungan politik.

Tindakan pelibatan anak-anak dalam kegiatan kampanye politik ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, terutama yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.

Aliansi Advokasi Demokrasi Indonesia (AKSI MAROS) memberikan tanggapan tegas terkait foto tersebut. “Penggunaan anak-anak dalam kampanye politik merupakan bentuk eksploitasi yang sangat memprihatinkan dan jelas melanggar hukum.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara eksplisit melarang penggunaan anak dalam kegiatan politik,” ungkap Nirwana, S.H selaku Sekretaris Umum AKSI Maros

Berdasarkan Pasal 76H dari undang-undang tersebut, setiap orang yang mempergunakan anak untuk kepentingan politik dianggap melakukan tindakan eksploitasi.

Hal ini diperkuat oleh Pasal 87 yang menyatakan bahwa pelaku eksploitasi anak, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp200 juta.

Dalam foto yang beredar, pasangan calon tersebut terkesan melakukan pembiaran terhadap keterlibatan anak-anak dalam kegiatan politik mereka.

Walaupun anak-anak ditempatkan di barisan belakang, kehadiran mereka yang secara aktif mengacungkan simbol-simbol politik seperti dua jari dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi dalam kampanye. Hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan kelalaian yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya Pasal 280 ayat (2), penggunaan anak-anak dalam kampanye politik dilarang keras.

Pelibatan anak-anak dalam kegiatan kampanye tidak hanya melanggar ketentuan moral dan etika, tetapi juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 521, yang mengatur ancaman pidana bagi pihak yang melibatkan anak-anak dalam kampanye politik dengan hukuman penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 juta.

Selain sanksi pidana, tim kampanye yang terbukti melibatkan anak-anak dalam kegiatan politik juga dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa pelanggaran yang melibatkan anak-anak dapat berakibat pada sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan kampanye, hingga ancaman diskualifikasi calon.

“Ini bukan hanya soal etika, tetapi soal penegakan hukum yang harus ditegakkan. Anak-anak yang tidak memiliki hak pilih seharusnya tidak dilibatkan dalam politik dewasa.

Melibatkan mereka tidak hanya melanggar aturan kampanye, tetapi juga merusak integritas proses demokrasi,” tambah Nirwana.

Selain pelanggaran hukum, dampak buruk terhadap anak-anak yang terlibat dalam kegiatan politik tidak dapat diabaikan.

Berdasarkan laporan UNICEF dan hasil studi dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), keterlibatan anak-anak dalam politik dapat berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan emosional mereka.

Anak-anak yang dipaksa terlibat dalam kampanye politik berisiko mengalami stres, manipulasi, dan beban sosial yang tidak sesuai dengan usia mereka.

“Anak-anak seharusnya fokus pada pendidikan dan tumbuh kembang, bukan terlibat dalam kegiatan politik yang tidak mereka pahami.

Menggunakan mereka sebagai alat politik tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar hak-hak dasar mereka,” tegas Nirwana.

Seiring dengan viralnya foto tersebut, desakan dari masyarakat agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) segera melakukan investigasi semakin meningkat. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pasangan calon maupun tim kampanye terkait insiden ini. Namun, masyarakat berharap agar Bawaslu bertindak tegas untuk menegakkan aturan yang melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam kampanye politik.

“Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak anak dan hukum yang berlaku. Bawaslu harus bertindak cepat untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi dan memberi contoh yang jelas bahwa penggunaan anak dalam politik tidak bisa ditoleransi,” tutup Nirwana.

Dengan adanya tindakan tegas dari Bawaslu, diharapkan tidak hanya pelaku yang melibatkan anak dalam kampanye dikenai sanksi, tetapi juga masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam politik.

Img 20241021 Wa0072(2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *