JAMBI, busernet.co.id || Belakangan ini intensitas atmosfer pilkada mulai terasa menjelang masuknya penetapan bakal calon 22 september dan kampanye 25 September 2024, dukungan ini marak di media sosial dan grup whatapps. Bagaimana pandangan pengamat Politik dan sosial Kabupaten Tebo Gaman Sakti, terkait netralitas ASN ini pada perhelatan Pemilihan Pilkada 2024.
Sejauh ini belum pernah saya baca ada regulasi yang memperbolehkan Apartur Sipil Negara (ASN) untuk berkampanye mendukung pasangan calon dalam pilkada, Baik dalam UU ASN, UU Pilkada, PKPU atau Perbawaslu, ungkap gaman (20/09/24).
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara menjelaskan bahwa penyelenggaraan kebijakan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas (Pasal 2 huruf f). Dalam penjelasan pasal tersebut, maksud asas netralitas disini adalah setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara. Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Pasal 9 Ayat 2).
Selain UU ASN tersebut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS juga telah mengatur tentang netralitas ASN. Dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 Pasal 11 huruf c bahwa etika terhadap diri sendiri meliputi menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan. Sedangkan PP Nomor 94 Tahun 2021 melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan cara ikut kampanye; menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan, Mendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara). SKB ini menegaskan agar seluruh pegawai ASN wajib menjaga netralitas dalam menyikapi situasi politik dan tidak terpengaruh atau memengaruhi pihak lain untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan atau ketidaknetralan. Dalam lampirannya menjelaskan matriks secara detil bentuk pelanggaran dan jenis sanksi atas pelanggaran netralitas pegawai ASN, diantaranya:
Pelanggaran Kode Etik berdasarkan PP Nomor 42 Tahun 2004) Diberikan berupa Sanksi Moral Pernyataan Secara Tertutup / Pernyataan Secara Terbuka (Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan
• Sosialisasi / Kampanye Media Sosial / Online Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota)
• Menghadiri deklarasi / kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif
• Membuat posting, comment, share, like, bergabung/ follow dalam group / akun pemenangan bakal calon
• Memposting pada media sosial /media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan Bakal Calon; Tim Sukses dengan menunjukkan / memperagakan simbol keberpihakan / memakai atribut partai politik dan/menggunakan latar belakang foto (gambar) terkait partai politik / bakal calon (Alat peraga terkait partai politik / bakal calon
• Ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi/pengenalan bakal calon
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2023 dan PP Nomor 94 Tahun 2021 bagi ASN yang melanggar akan diberikan sanksi berupa Hukuman Disiplin Berat sedangkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah juga telah mengatur:
– Pasal 70 ayat (1) menyebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 189 mengatur sanksi pidananya bahwa Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
– Pasal 71 ayat (1) menyebutkan “Pejabat aparatur sipil negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Pasal 188 mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Jadi sangat jelas jika kita melihat rujukan diatas bahwa ASN tidak dibenarkan untuk terlibat dalam kegiatan kampanye ujar Gaman
Pasangan Calon (Istri/Suami) PNS Bolehkah Berkampanye?
Untuk menjaga Netralitas ASN yang memiliki pasangan (Suami/Istri) calon Kepala Daerah/Wakil Kepala daeah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Surat edaran Np 18 Tahun 2023 yang bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pegawai ASN yang memiliki pasangan (suami/istri) sebagai calon kepala daerah/Wakil kepala Daerah.
Isi dari Surat Edaran itu yakni :
1. Bagi pegawai ASN yang memiliki pasangan sebagai calon kepala daerah dapat mendampingi suami/istri selama tahapan pilkada dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Diperkenankan mendampingi suami/istri baik saat pendaftaran di KPU maupun pengenalan kepada Masyarakat.
b. Diperkenakan menghadiri kegiatan kampanye yang dilakukan oleh suami/istri, namun tidak boleh terlibat secara aktif dalam pelaksanaan kampanye tersebut.
c. Diperkenankan untuk foto bersama dengan suami atau istri yang menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah namun tidak mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan/dukungan;
d. tidak menggunakan atribut instansi, partai politik, calon kepala daerah/wakil kepala daerah Pemilhan Tahun 2024;
e. tidak melakukan kampanye atau sosialisasi dalam media sosial baik berupa posting, memberikan komentar (comment), membagikan link atau tautan (share), memberikan like dan/atau ikon, karakter atau simbol tertentu yang menunjukan dukungan kepada suami atau istri yang menjadi calon kepala daerahwakil kepala daerah,
f. tidak diperkenankan menjadi pembicara atau narasumber dalam kegiatan partai politik atau menjadi juru kampanye bagi suami atau istri yang menjadi calon kepala daerah/wakl kepala daerah; dan
g. tidak mengadakan keglatan yang mengarah pada keberpihakan (pertermuan, ajakan, himbauan, seruan, dan/atau pemberlan barang tertentu) termasuk penggunaan barang milik negara atau milik pibadi untuk mendukung suami atau istri yang menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah
2. bagi pegawai Aparatur Sipil Negara yang akan mendampingi suami atau istri selama tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Tahun 2024, agar mengambil Cuti di Luar Tanggungan Negara.
3. Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara yang memiliki pasangan (suamilistri) berstatus sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah, yang melanggar asas netralitas dapat djatuhi sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi jika kita membaca dengan teliti Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi tersebut jelas bahwa pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah yang berstatus ASN Hanya mendamping pasangannya dan bersikap Pasif bukan berarti setelah mengajukan cuti di luar tanggungan Negara bebas berkampanye seperti Bakal calon atau tim kampanye lainnya. Dan juga Pasangan calon, yang berstatus ASN tersebut tetap terikat dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
jika ada ASN atau Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang berstatus ASN melanggar ketentuan dan perudangan-undangan yang berlaku dapat di laporkan ke Bawaslu untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku, tutup gaman