Jakarta, Busernet.co.id – Pahamilah ini dengan cinta, Siti Maryam. Lihatlah kincir angin itu, ia dapat berputar karena adanya angin, dan angin pula yang ia hasilkan. Tetapi tiadalah kasat mata manusia bisa melihat seperti apa sejatinya wujud angin itu, hanya bisa dirasakan, itulah hakikat Tuhan. Begitu pula kesejatian hakikat cinta, tiada berwujud tetapi dapat dirasakan.”
Novel Terdamparnya Negeri Kincir Angin Bambu merupakan karya dari Muhammad Guntur atau dikenal dengan nama Guntur Bima, adalah roman petualangan tentang perjuangan meraih impian hidup, cinta yang memesona seorang pemuda Makassar bernama Wahyu yang jatuh cinta dengan seorang gadis Bima bernama Siti Maryam karena keelokkan rimpu-nya (cadar asli suku Mbojo-Bima). Dimbubui kisah persahabatan, pergulatan sosial penuh lika-liku, dan romantika kehidupan yang tak terduga, dibalut dengan kearifan lokal, adat istiadat dan budaya yang memesona, serta tentang tingginya harga diri, tekad, harapan, dan nilai sebuah cita-cita.
Roman Terdamparnya Negeri Kincir Angin Bambu, adalah representasi perlawanan menghadapi absurditas nasib dan pertentangan melawan ketidakjujuran dalam situasi zaman yang membuat pembaca berpikir tentang tingginya harga diri, dan nilai sebuah cita-cita. Disuguhkan dengan kisah romantisme percintaan dan eksotisme budaya, serta pesona alam Indonesia yang menyegarkan. Suatu kisah yang mengandung sesuatu kemustahilan dan asing bagi pengalaman biasa.
Diceritakan, Wahyu pemuda asal Makassar, ia baru saja lulus S1 dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wahyu lulus dengan predikat cumlaude dan mendapat tawaran beasiswa S2 ke Belanda berkat proposal penelitian karya ilmiah mengenai tokoh Gadjah Mada yang diberinya judul “Melacak jejak, Menguak Misteri Akhir Riwayat Patih Gajah Mada.” Untuk itulah ia diberi kesempatan dan diharuskan observasi riset ke sebuah situs sejarah yang diyakini adanya kuburan Gajah Mada yang berlokasi di kampung Donggo, suku pedalaman penduduk asli Bima, Nusa Tenggara Barat, agar dapat membuktikan keaslian tulisan dan menguak misteri akhir hayat Patih Gajah Mada.
Namun, Amma (Ibunya) memintanya pulang kampung untuk dapat bekerja di kampungnya, agar bisa hidup bersama-sama. Ia hanya mengetahui dirinya dibesarkan Ammanya tanpa seorang Ayah. Maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya.
Demi Ammanya, ia memilih pulang kampung dan menguburkan impian tingginya untuk mengambil tawaran beasiswa S2 ke Belanda. Niat pulang kampung untuk membahagiakan Ammanya dan memajukan kampung halaman, akhirnya harus rusak oleh cemoohan orang kampung dan teman-temannya, karena ia tidak lulus tes CPNS yang membuatnya putus asa dan berniat merantau ke kota Jakarta.
Harapan mendapatkan pekerjaan yang layak di ibu kota akhirnya kandas, disebabkan semua kantor sedang tidak menerima karyawan baru pasca era Orde Reformasi dengan alasan sedang memperbaiki sistem. Hingga akhirnya ia bertemu dengan sahabat karibnya Zay semasa kuliah yang membangkitkan kembali semangatnya, dan berniat kembali ke Yogyakarta untuk mengambil beasiswa yang pernah ditawarkan kampus kepadanya.
Apakah Wahyu mampu menjinakkan hati rektor setelah ia menolak tawaran beasiswa tersebut? Dapatkah ia meretas semua penelitiannya ke tanah suku Bima dan melanjutkan S2 ke Belanda?
Lalu siapakah Ayahnya dan di manakah keberadaannya? Kenapakah ia jatuh cinta dengan gadis Bima dan terpukau dengan keelokkan rimpu-nya lalu menikah di tengah-tengah penelitiannya? Dan mengapa ia bisa sampai terdampar di tanah Suku Bima?
Untuk menikmati keseruan kisahnya, baca selengkapnya dalam buku edisi terbaru roman “Terdamparnya Negeri Kincir Angin Bambu”,
karya Guntur Bima.