JAKARTA, Busernet.co.id – Banyak orang Indonesia mengingingkan Ibu Pertiwi maju dan berkembang seperti negara-negara adikuasa lainnya. Tentunya hal ini diharapkan adanya pembaharuan kebijakan pertumbuhan pola ekonomi yang mempengaruhi derajat ekosistem antara penjual barang dan jasa dengan pelanggan, sehingga impact-nya meningkatkan pertumbuhan siklus keuangan negara. Eksistensi kemajuan suatu bangsa dipengaruhi sistem pendidikan dan ekonomi yang memadai. Namun, dewasa kini korelasi keduanya menunjukkan sistem pergerakan yang kurang kondusif secara signifikan dalam lini kehidupan masyarakat, baik di lembaga pemerintahan, Dinas Perindustrian maupun lingkungan masyarakat pemilik usaha menengah ke bawah (UMKM).
Refleksi pada negara maju, Indonesia perlu belajar mengakomodir ekosistem pelayanan publik terhadap kepuasan konsumen. Pendidikan dan pemahaman dalam peradaban neraca perdagangan yang bersifat krusial adalah corak masyarakat pemilik usaha yang responsif terhadap kenyamanan konsumen. Implementasi dan evaluasi kebijakan tersebut tidaklah sebanding dengan subordinatif kreatif pasar modal yang hanya mengandalkan produktif penerapan yang tidak bisa disematkan dalam jangka pembaharuan ekonomi kreatif terhadap pelayanan konsumen yang berkaitan dengan pelaku usaha mikro maupun makro, serta pemilik modal.
Di sini dapat kita ketahui bahwa kekuasaan pemilik usaha menempatkan diri sebagai Dinasti, bukan sebagai penjual barang atau jasa yang bertumpu pada pelaksanaan pelayanan terhadap kepuasan dan kenyamanan konsumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku usaha yang tidak mengacu pada nilai-nilai keselarasan terhadap ekosistem yang stabil terhadap konsumen. Sehingga mempengaruhi defisit transaksi jual-beli.
Bisa dikatakan kondisi demikian mengakibatkan konsumen beralih mengunjungi tempat-tempat pusat perbelanjaan yang notabene milik asing. Seperti misalnya Alfamart yang lebih mengutamakan kenyamanan konsumen dengan memberikan pelayanan yang menitikberatkan keramahan kepada konsumen.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang kurang positif antara derajat penjual barang dan jasa dengan konsumen sebagai mata rantai perputaran ekonomi. Dalam arti makin tinggi derajat penjual barang dan jasa menempatkan diri layaknya raja, sehingga paradigmanya makin tinggi pula derajat kehidupan ekonominya. Meskipun demikian, tidak jelas faktor mana yang muncul lebih dulu, apakah perkembangan pendidikan yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi ataukah sebaliknya.
Terhadap permasalahan ini ternyata banyak bukti yang menunjukkan bahwa antara penjual barang dan jasa dengan konsumen terdapat hubungan saling mempengaruhi, yaitu bahwa pertumbuhan keuangan negara mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi petumbuhan pendidikan (Bowles dan Gintis 1976, Adiwikarta 1988, Saripudin 2005). Dalam kebijaksanaan pembangunan kita gunakan asumsi bahwa keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi dapat digunakan untuk pembangunan bidang lain, termasuk pendidikan.
Budaya konsumtif yang meluas di masyarakat Indonesia tidaklah berjangka pada sektor usaha milik pribumi. Sehingga mengakibatkan mata rantai transaksi jual-beli pelanggan terhadap toko-toko milik pribumi menurun secara signifikan sepanjang dasawarsa. Hal tersebut disebabkan pelaku usaha yang notabene pemilik modal menempatkan diri sebagai kekuasaan otoriter, implementasi pada sistem yang tidak bersahaja. Penjual barang dan jasa hanya mementingkan kepentingan bisnis yang tidak berimbang dengan kebijakan pemahaman mengenai hal-hal krusial yang bobrok dengan model memenuhi kepuasaan pribadi, bukan bertumpu pada pelayanan yang mementingkan kepuasan konsumen. Sehingga keuangan yang bergerak tidaklah berimbang dengan kebijakan bagi pelayanan konsumen. Sebagai bukti nyata, penjual warung-warung kecil tidak konsisten memberikan harga yang sesuai dengan kriteria barang yang dipasarkan. Mereka memberlakukan sistem otoriter yang bergantung situasi dan kondisi tertentu, dalam artian yang tidak terduga.
Untuk itu, diharapkan adanya pembaharuan kebijakan pemerintah memberikan pemahaman pendidikan kompetensi kepada penjual barang dan jasa (pemilik usaha) terhadap bagaimana melayani konsumen sebagai devisa perputaran keuangan negara. Sehingga pergeseran mata uang tidak bergerak ke pemilik usaha asing.
Jadi, solusi terbaik untuk pembaharuan pola neraca perdagangan Indonesia adalah memperbaiki sistem pelayanan yang optimal bagi penjual barang dan jasa atau pemilik usaha terhadap kepuasan konsumen. Mengacu pada tingkat dan standarisasi usaha-usaha yang dibangun oleh negara maju yang mengembangkan usahanya di Indonesia, hal paling utama adalah pelayanan prima dan optimal kepada konsumen. Tingkat emosional konsumen sangat menyentuh ketika dilayani dengan standar yang terbaik. Untuk itu, perlu adanya reaksi dan realisasi pemerintah untuk mendorong pelaku usaha atau pemilik modal agar mengedepankan pola dan cara yang ramah terhadap konsumen atau pelanggan.
Keramahtamahan masyarakat Indonesia cukup tersohor di mata dunia, akan tetapi sungguh sangat disayangkan nilai positif yang disematkan pada bumi Pertiwi ini tidak diterapkan pada prioritas membangun perusahaan bisnis yang berdedikasi dengan prioritas pelayanan terbaik dalam bidang perniagaan yang merakyat. Refleksi keramahtamahan tersebut merupakan aset bangsa yang memiliki andil besar eksistensinya jika diterapkan dalam sistem neraca perdagangan pelayan publik yang dikembangkan oleh pemilik modal usaha yang bersifat kerakyatan, baik di lini pelaku usaha mikro maupun makro sampai dengan tingkat pemilik perusahaan di level tertinggi, agar dapat ikut menjadi bagian dari pendukung majunya ekonomi bangsa dan negara, yang akan menjadikan bagian dari salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi keuangan yang meningkatkan derajat keuangan negara. Sehingga ikut membangun bangsa dengan penerapan undang-undang secara menyeluruh dan menjadi bagian dari perkembangan dunia industri barang dan jasa yang memadai untuk pelayanan di setiap bidang perniagaan.
Pada transaksi jual-beli, pelayanan terhadap konsumen memegang peranan penting untuk mengakomodir perputaran siklus barang dan jasa dengan transaksional yang lebih menempatkan kepercayaan diri terhadap pelanggan sebagai konsumen. Mengkaji dan menganalisa transisi pergerakan penjual barang dan jasa yang tidak mengerti cara mendorong keberhasilan transaksi dengan konsumen.
Menyikapi hal tersebut tentulah peranan pemerintah untuk membuat kebijakan yang selaras dengan memberikan edukasi kepada pemilik usaha agar terhubung transaksi jual-beli secara aktif dan optimal. Menyiapkan generasi muda untuk menjadi manusia mandiri. Transisi pergerakan ekonomi dalam ruang yang luas dan orang dewasa lain dalam bidang perniagaan konvensional berfungsi mengasuh berbagai keterampilan dan berbagai tradisi. Pada masyarakat modern, pemilik usaha sebagai distributor barang dan jasa menyerahkan sejumlah fungsinya dalam pendidikan kepada lembaga-lembaga lain yang khusus bertugas menangani tugas itu. Pemerintah dan jasa keuangan membatasi kegiatannya pada pengasuhan dasar dan kerjasama dengan memberikan sosialisasi mendorong pelaku usaha dan mengawasi pemahaman mereka terhadap pelayanan konsumen.
Selanjutnya, para penganut teori konsensus dan penganut teori konflik sepakat bahwa fungsi utama institusi pendidikan dalam kaitan dengan kehidupan ekonomi ini adalah mempersiapkan pemuda pemudi untuk mengisi lapangan kerja produktif (Parelius, 1978 : 50). Dalam hal mengenai pendidikan orang dewasa, tujuan yang hendak dicapai tentu bukan lagi mempersiapkan kemampuan, melainkan meningkatkannya agar peserta didik dapat mampu menghadapi permasalahan yang ada pada saat itu (Knowles, 1982 : 53). Untuk itu mereka mendapat pendidikan mental, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat. Proses tersebut terjadi pada semua masyarakat mulai dari yang paling tradisional sampai pada yang paling modern.
Daya saing pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, wabah perusahaan asing menjamur di tanah air. Salah satu yang sedang kita pertimbangkan untuk mengantisipasi dampak serangan toko-toko atau swalayan milik asing adalah pemberian insentif untuk penerapan keterampilan kepada penjual barang dan jasa milik pribumi, termasuk pola dan cara pelayanan terhadap kepuasan konsumen. Hal-hal kecil seperti inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan masyarakat kita sebagai penjual barang dan jasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai untuk indikator bukti fisik, kehandalan, jaminan, daya tanggap, dan empati terhadap kepuasan pelanggan dalam bidang perdagangan di negeri ini dalam kondisi kurang baik. Harus disadari bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Jadi solusi yang harus diemban oleh kebijakan pemerintah yang harus dijalankan, yaitu sebaiknya memberikan penerapan kompetensi khusus bagi pemilik usaha, baik mikro maupun makro sampai dengan pemilik usaha di level tertinggi, dengan meningkatkan dimensi kualitas pelayanan supaya dapat memberikan kepuasan konsumen yang optimal.
Merujuk pada kualitas pelayanan merupakan totalitas bentuk dari karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan pelanggan, baik yang nampak jelas maupun yang tersembunyi (Kotler, 2007). Menurut pendapat yang disampaikan oleh Kotler (2007: 182) bahwa ada lima dimensi yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), jaminan (assurance), daya tanggap (responsiveness), dan empati (emphaty).
Pakar lain, Thorik dan Utus (2006) menjelaskan pentingnya memberikan pelayanan yang berkualitas disebabkan pelayanan (service) tidak hanya sebatas mengantarkan atau melayani. Service berarti mengerti, memahami, dan merasakan sehingga penyampaiannya pun akan mengenai heart share konsumen dan pada akhirnya memperkokoh posisi dalam mind share konsumen. Dengan adanya heart share dan mind share yang tertanam, loyalitas seorang konsumen pada produk atau usaha perusahaan tidak akan diragukan. Dalam hal ini Kotler (2007: 215) turut berpartisipasi bahwasanya kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya terhadap pemilik usaha. Keberhasilan penjual apabila mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga pelanggan merasa puas, dan di mata pelanggan citra menjadi positif. Sementara itu, Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa kepuasan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan konsumen.
Merujuk dari uraian dan hasil studi di atas, maka selayaknya pemerintah memberlakukan perumusan-perumusan kebijakan yang berlandaskan asas kemandirian bagi pelaku usaha untuk menerbitkan dan menerapkan daya pelayanan yang tidak otoriter, melainkan membangun kedekatan dengan konsumen sebagai siklus transaksi jual-beli. Diharapkan dengan adanya metode dan perhatian pemerintah dalam keterkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang memadai mampu menyelesaikan persoalan yang selama ini terjadi. Dimana pemilik usaha yang selama ini responsif terhadap kenyamanan konsumen diberikan pola pikir dan mekanisme dalam menjalankan tugasnya sebagai penjual dengan menempatkan diri sebagai individu yang bersahaja menyangkut kemandirian dan profesionalitas pelayanan. Sebab bagi negara maju konsumen adalah raja bukan sebaliknya. Mindset seperti inilah yang menjadi problematika pelaku bisnis rakyat pribumi. Dimana mereka menempatkan diri sebagai individu yang tinggi derajatnya karena dipengaruhi oleh modal yang dimilikinya. Padahal sudah jelas, apabila barang dan jasa yang dipasarkan tidak terjual, tentu kerugian yang dihadapi. Paradigma negatif seperti itulah yang pada akhirnya menyebabkan konsumen lebih memilih berbelanja di toko-toko milik asing, yang lebih mengutamakan kenyamanan konsumen.
Apabila kebijakan dan penerapan tersebut dijalankan akan memberikan perubahan signifikan yang mendorong kemajuan pelaku usaha mikro maupun makro, hingga UMKM dan Perindustrian, sehingga siklus ekonomi keuangan bangsa berputar dalam poros kebangkitan kerakyatan. Gerakan-gerakan sederhana dari kampung ke kampung untuk menanamkan kompetensi mengajak masyarakat pelaku usaha berperan aktif memanfaatkan sumber daya potensial terhadap pelayanan yang prima.
Untuk mengoptimalkan fungsi fiskal asas-asas bagi kelangsungan siklus transaksi jual-beli demi tercapainya kemakmuran keuangan negara, sebaiknya pemerintah sebagai lembaga kebijakan tertinggi menyelenggarakan sosialisasi dan kompetensi khusus bagi pelaku usaha, baik mikro maupun makro sampai pada pelaku usaha di level tertinggi :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan konsumen, Koperasi, UMKM dan Perindustrian terhadap pelaku usaha mikro maupun makro serta pemilik usaha pada level yang tertinggi.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Sekretariat, Koperasi, UMKM dan Perindustrian.
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Sekretariat Koperasi, UMKM dan Perindustrian
4. Penyelenggaraan kesekretariatan Dinas.
5. Pembinaan, pengendalian, pengawasan dan koordinasi.
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah/Walikota/Bupati sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya kepada pelaku usaha baik mikro maupun makro, serta pemilik usaha dilevel tertinggi.
Dengan demikian, ekosistem siklus ekonomi keuangan bangsa akan berjalan sesuai poros yang menjadi kekuatan sebagai negeri yang memiliki power, sebagaimana asas-asas yang tertuang dalam undang-undang dasar dan butir-butir pancasila dalam sila ke-lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tentunya negara akan menduduki posisi dominan yang ditandai dengan kemampuannya yang luas untuk memberikan pengaruh atau memproyeksikan kekuasaan dalam skala global. Hal ini dilakukan melalui gabungan kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan budaya serta pengaruh diplomatik dan kekuasaan lunak. Secara tradisional, negara akan lebih unggul di atas kekuatan besar.
Kita bukan generasi penerus, kita adalah generasi pengubah. Maka rubahlah pola pendidikan, terutama kompetensi khususnya di bidang perdagangan ke arah yang lebih baik. Sebab negara maju adalah negara yang pendidikannya baik dengan didukung derajat perekonomian yang bergerak aktif dalam skala global. Dengan langkah-langkah konkret sederhana itu, masa depan Indonesia akan cemerlang, karena Indonesia sangat kaya raya, berada di lokasi geografi yang strategis, yaitu strategis di dua benua dan dua samudera. Selain itu, Indonesia memiliki ekonomi yang strategis, strategis politik, dan militer yang strategis. Indonesia memiliki banyak rakyat. Rakyat Indonesia sangat kuat, sangat militan, dinamis dan sangat bersatu, yaitu satu bangsa!